INVOCAVIT.COM, JAKARTA- Pemerintah harus menggenjot produktivitas pangan dengan rekayasa genetika (Gmo) untuk pertanian, karena GMO bisa untuk semua produk pertanian, bukan cuma jagung tetapi beras dan termasuk kedelai.
“Dalam Ratas sudah disepakati butuh peraturan dari Menteri Pertanian, sehingga kita akan terus dorong sehingga produktivitas terus meningkat,” kata menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato kepada wartawan, Selasa (13/9) di Jakarta.
Menurutnya jika dengan bibit biasa, panen jagung hanya bisa 5-6 ton, namun dengan GMO mencapai 12-13 ton. Lagipula produk pangan seperti kedelai yang diimpor umumnya menggunakan produk GMO.
“Ketahanan pangan bukan saja menjadi prioritas namun target untuk kesejahteraan dan pemerataan. Untuk itu pemerintah juga mendorong diversifikasi pangan lokal untuk menurunkan ketergantungan dari impor gandum,” katanya.
Hampir 25% kebutuhan masyarakat sudah meningkat untuk noodle dan roti, yang perlu kita lakukan diversifikasi, salah satunya mencoba menanam untuk sorgum, kedua mendorong penanaman tapioka untuk makanan dan ketiga pemanfaatan kembali tepung sagu untuk kue kue. Tentu kita berikan insentif untuk hal-hal tersebut.
Sedangkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mencatat, konsumsi beras di masyarakat turun, gantinya adalah konsumsi gandum, bukan pangan lokal.
“Pangan lokal turun, beras turun, kita semua tahu jawabannya, mi instant, itu cadangan pangan kita. Dan pertumbuhan impor gandum 16,5% per tahun. Itu jawabannya, diversifikasi pangan. Ini jadi catatan penting gimana menjawab isu kedepan,” jelasnya.
Begitu juga Rektor IPB Arif Satria mengatakan Institut Pertanian Bogor sendiri telah memiliki sejumlah teknologi untuk mendorong diversifikasi pangan. Namun skalanya masih kecil dan butuh industri untuk turun tangan.
“Teknologi sudah banyak untuk diversifikasi pangan, sudah hampir cukup. Tinggal siapa yang mau investasi. Skala IPB kan kecil, paling kita punya toko dan online, semua itu perlu pasar yang luar biasa.“ Ia menyarankan, pemerintah bisa mengeluarkan regulasi yang sifatnya memaksa industri. Misalnya, dari 10 ton impor gandum, harus berbanding 1 ton penyerapan pangan lokal. Sekarang ini momentum cinta pangan lokal, da mengurangi kekurangan impor gandum. Begitu serapan lokal meningkat, desa, petani bangkit,“ tegas Arif.
Dia menegaskan, Pemerintah bisa memberdayakan petani di desa untuk mengembangkan pangan lokal seperti gandum, jagung, sagu, dan sorgum. Untuk sorghum sendiri, pemerintah menargetkan tahun 2023 ada 30 ribu ha lahan ditanami sorgum, tahun 2024 ada 40 ribu ha, yang tersebar di 17 provinsi, diantaranya Sumatera Utara dan Barat, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogja, Bali, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, NTT, dan NTB. (zar)