Invocavit.Com- Plt Kepala Ombudsman Aceh, Abyadi Siregar menyoroti Gedung Mall Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Aceh Besar di Lambaro. Gedung itu dinilai terbengkalai dan harusnya bisa dimanfaatkan lebih baik lagi.
Temuan itu, berdasarkan inspeksi mendadak (sidak) layanan perizinan di Aceh Besar khususnya Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Abyadi Siregar yang juga Kepala Ombudsman Sumut ini mengungkapkan setiap kali masuk Banda Aceh, melihat gedung itu tidak terawat dan tidak ada layanan.
“Saya setiap kali masuk ke Banda Aceh ini selalu penasaran dengan gedung ini. Karena saya lihat seperti tidak ada aktifitas, padahal gedungnya kokoh besar,” kata Abyadi.
Gedung itu terlihat megah, namun tidak ada pelayanan yang berlangsung. Abyadi menyayangkan gedung 3 lantai sebesar itu tidak dimanfaatkan dengan baik.
Abyadi menegaskan bahwa pelayanan publik ini wajib dilaksanakan, karena sesuai amanat UU. Abyadi juga mendorong peran Bupati dan DPRK untuk menyelesaikan persoalan gedung ini.
“Persoalan gedung ini, harus jadi atensi bupati. MPP ini jadi cerminan dan contoh wajah Pemkab Aceh Besar. Ini harusnya atensi bupati,” tegasnya.
Kepala DPMPTSP Aceh Besar, Agus Husni yang juga berada di lokasi menjelaskan bahwa gedung itu terbengkalai akibat pembangunannya tidak berjalan saat terjadi Pandemi COVID 19 selama 2 tahun belakangan melanda Indonesia. Anggaran pembangunan terhenti akibat recofusing COVID 19.
“Ketika saya masuk disini sebagai kepala dinas disini, saya mulai bulan 5 tahun 2021 lalu. Saya menerima kondisi gedung seperti itu, karena informasinya sebagian kepemilikan, saya juga kurang paham masih dikuasai warga dan Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan (Diskopukmdag) Aceh Besar,” ujarnya.
Sengketa tersebut, kata Agus, sudah ditanyakannya langsung ke Diskopukmdag Aceh Besar, namun hingga kini tidak juga jalan. Tujuannya, agar jelas, jika memang perlu ganti rugi atau tukar guling, biar seluruh gedung itu kembali ke Pemkab Aceh Besar sepenuhnya untuk dikelola.
“Saya kurang paham. Apakah statusnya tanah Pemkab yang HGU ke warga atau bagaimana. Itu dikelola bagian aset dan Diskopukmdag Aceh Besar, saya sudah berulang kali memintanya. Tapi tetap nihil juga,” jelasnya.
Agus kemudian bercerita, permintaan anggaran untuk lay out atau tata letak MPP itu yang minim dan terkesan DPMPTSP jadi anak tiri. Untuk pembangunannya, Agus mengusulkan sejak tahun 2021 hingga 2022 masing-masing Rp 3 miliar.
“Kita minta Rp 3 miliar, tapi disetujui cuma Rp 1 miliar. Tahun 2021 dan 2022, masing-masing Rp 1 miliar. Dengan anggaran itu tetap kita kerjakan juga. Sekarang masih disusun semua, masih diperbaiki. Kita targetkan MPP Aceh Besar, Oktober 2022 tahun ini sudah beroperasi,” ungkapnya. (jos)