Kombes Pol (Purn) Dr Maruli Siahaan SH.MH anggota Komis XIII DPR RI menghadiri Rapat Paripurna dan Rapat Dengar Pendapat di Gedung Nusantara II Senayan, Selasa (25/11).(ist)
Jakarta, INVOCAVIT.COM: Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Golkar Dapil Sumut I, Kombes. Pol. (Purn). Dr. Maruli Siahaan, SH., MH menghadiri Rapat Paripurna ke-9 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (25/11).
Rapat berlangsung di Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Adapun agenda rapat paripurna ini adalah antara lain,
* Pembicaraan Tingkat II / Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang Pengelolaan Udara.
* Laporan Komisi XIll DPR RI terhadap hasil Pembahasan Uji Kelayakan (Fit and Propert test) Calon Anggota Komisi Yudisial, dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan
* Laporan Komisi XIl terhadap hasil Pembahasan Uji Kelayakan (Fit and Propert test) Calon Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari Pemangku Kepentingan Periode 2026-2030, dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan.
Setelah selesai Rapat Paripurna, Maruli Siahaan menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XIII dengan:
* Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
* Komnas Perempuan
* Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Rapat Paripurna ini dilaksanakan di Ruang Rapat Komisi XIII DPR RI Gedung Nusantara II Lt.3, Jakarta.
Adapun agenda RDP ini yaitu;
* Penanganan Proses Hukum Kepada Korban Dugaan Tindak Pidana Perbuatan Cabul Anak dibawah Umur yang ditangani Pihak Kepolisian Khususnya Kasus Pelecehan Seksual yang berhenti Proses Penanganannya di Polres Metro Bekasi
* Dugaan Kelalaian yang dilakukan oleh Pihak Yayasan Mardi Wiyata di Kota Surabaya yang menyebabkan Siswa Meninggal dunia karena Tersengat aliran Listrik.
Dalam rapat ini, Dr. Maruli Siahaan memberikan rekomendasi diantaranya;
* Agar Polri menetapkan target waktu penyelesaian penyidikan serta mempercepat permintaan dan pemeriksaan keterangan ahli agar proses hukum tidak berlanjut.
* Melakukan penerapan penuh UU TPKS dan UU Perlindungan Anak, termasuk larangan penangguhan penahanan pada kasus anak dengan faktor pemberatan (ancaman pembunuhan).
* LPSK perlu untuk memperluas pendampingan psikologis dan prosedural mengingat adanya indikasi PTSD untuk mencegah reviktimisasi.
* Penguatan koordinasi lintas lembaga (Komnas HAM, KPAI, LPSK, Kemendikbud) untuk memastikan kasus kelalaian yang dilakukan oleh pihak sekolah.***












